Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 01 Mei 2012

PKM Gagasan Tertulis (GT)


HAK CIPTA SEBAGAI ALTERNATIF PELESTARIAN
MAINAN TEMPO DOELOE
Oleh : Dian Suganda
RINGKASAN
Melihat kepudaran kejujuran yang telah dimiliki oleh warga Indonesia terutama anak-anak Indonesia perlu adanya metode yang bisa menanamkan kejujuran tersebut. Dalam memilih metode yang bisa menanamkan kejujuran pada anak perlu melihat karakter-karakter dan kebutuhan yang dimiliki oleh anak terlebih dahulu. Pada dasarnya anak memiliki kebutuhan yang paling mendasar, yaitu bermain dengan teman-temannya. Karena itu diperlukan media untuk menunjang kebutuhan anak tersebut. Pada saat ini anak lebih suka bermain dengan mainan modern daripada menggunakan mainan tradisional. Melihat kenyataan tersebut, perlu adanya solusi agar anak bisa tertarik lagi menggunakan mainan tradisional yang memberikan banyak manfaat kepada anak, salah satunya yaitu bisa menanamkan kejujuran dan membangun karakter yang dimiliki oleh anak.
Oleh karenanya penulis tertarik untuk memahami  masalah yang ada dan berusaha memberikan solusi atas beberapa masalah yang diangkat seperti untuk  mengetahui tingkat kejujuran anak, serta memberikan solosi baru terhadap kebijakan penanaman kejujuran pada anak guna mewujudkan peningkatan sifat jujur yang dimiliki oleh anak Indonesia, yang nantinya dapat menjadikan anak Indoseia yang memiliki sifat jujur dalam segala hal dan anak bisa mengaplikasikan sifat jujur yang dimilikinya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah kajian pustaka dengan pendekatan penulisan deskriptif kualitatif dari data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang relevan dengan topik yang ditulis baik dari media cetak, buku, jurnal, makalah, hasil penelitian, skripsi ataupun internet. Dari hasil pembahasan yang dilakukan dapat diperoleh bahwa dari uraian di atas efektifitas kejujuran menyisakan banyak permasalahan, mulai dari landasan hukum yang cacat sampai dengan dampak pudarnya sifat jujur terhadap ekonomi negara, seperti korupsi yang menjamur dimana-mana. Manfaat apabila sifat jujur ditanamkan kepada anak adalah pembangunan karakter pada anak, yang kemudian karakter tersebut dapat membawa anak untuk menghadapi dunia luar yang sangat menakutkan dan dapat menjadikan anak yang memiliki kejujuran dalam berbagai hal.
Setelah pembahasan dilakukan dapat disimpulkan bahasa mainan tradisional media untuk menanamkan kejujuran pada anak  yang dapat membentuk karakter anak Indonesia menjadi anak yang memiliki sifat jujur dalam segala hal karena kejujuran menyangkut karakter dan sifat yang dimiliki oleh anak. Saran yang dapat diberikan yaitu agar pemerintah dapat menerapkan mainan tradisional sebagai media untuk menanamkan kejujuran pada anak yang nantinya dapat membentuk karakter anak yang jujur, tidak curang, menghargai pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permainan tradisional Indonesia pada saat ini sudah menjadi salah satu hal yang jarang dijumpai. Anak-anak Indonesia lebih memilih jenis permainan yang dianggap modern daripada harus bermain sebagaimana yang dilakukan oleh anak-anak era tahun 90an dan sebelumnya. Hal ini terjadi semenjak kemajuan teknologi sudah semakin menjalar hingga ke wilayah pedesaan.
Perkembangan teknologi yang demikian pesat, menjadikan semua daerah kini sudah bisa dirambah oleh perangkat teknologi. Termasuk diantaranya teknologi yang digunakan pada jenis permainan anak-anak. Tengok saja, kini kita bisa dengan mudah menjumpai berbagai tempat yang menjadi pusat permainan anak-anak yang berbasis teknologi.
Seperti permainan play station, bahkan yang sudah maju adalah bermunculannya tempat game centre online hingga ke pedesaan. Akibatnya, banyak anak-anak Indonesia yang lebih asyik menghabiskan waktu mereka dengan terbenam di depan layar televisi atau monitor komputer. Mereka sibuk bermain dengan dunia fantasi yang muncul di layar daripada harus berpeluh memainkan permainan tradisional Indonesia.
Alasan kepraktisan pun menjadi salah satu sebab mengapa banyak anak-anak yang enggan melakukan permainan tradisional Indonesia. Dengan sedikit menyisihkan uang saku sekolah, seorang anak sudah bisa menyewa perangkat play station atau menyewa internet selama beberapa jam. Hal ini berbeda jika mereka harus bermain mobil-mobilan dari bekas kulit jeruk misalnya.
Karena untuk bermain mobil-mobilan dari kulit jeruk, seorang anak harus terlebih dahulu mencari kulit jeruk dan merangkaikannya menjadi sebuah mobil mainan. Hal ini dipandang kurang praktis dan menyebabkan kotor. Atau pula jika mereka harus bermain gundu atau kelereng. Permainan yang dulu menjadi salah satu permainan favorit ini, kini sudah sangat dijumpai dimainkan oleh anak-anak Indonesia.
Selain masalah keterbatasan lahan, permainan ini juga membutuhkan beberapa orang untuk memainkannya. Padahal, di tengah tugas sekolah yang menumpuk dan kewajiban mengikuti berbagai pelajaran tambahan, sangat sulit mencari sejumlah orang untuk bisa diajak bermain gundu. Sementara, jika bermain di arena play station atau game center, seorang anak bisa memainkannya seorang diri tanpa perlu orang lain. Inilah yang menjadi alasan seorang anak kini jarang memainkan permainan tradisional Indonesia.

Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang bisa diambil yaitu :
-            Untuk menjelaskan manfaat dari permainan tradisional
-            Untuk menjelaskan manfaat adanya hak cipta permainan tradisional

Manfaat
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang, manfaatnya adalah sebagai berikut :
-            Sebagai media untuk menanamkan kejujuran pada anak.
-            Digunakan sebagai sarana belajar dan mengembangkan nilai EQ pada anak
-            Digunakan untuk pengembangan diri anak
-            Sebagai media pembelajaran nilai-nilai kehidupan bagi anak.

GAGASAN

Permainan Tradisional di Era Globalisasi

 Cublak cublak suweng, suwenge ting gelenter mambu ke tundung gude, pak empong lela lelo sopo guwu ndhelik ake. Sir.. sir pong del’e gosong sir… sir… pong del’e gosong.
Kalimat diatas merupakan segelintir lagu yang mengiringi anak-anak melakukan permainan tradisional yang bernama “Cublak Cublak Suweng” dimana ada seorang anak dengan posisi telungkup dan anak-anak yang lain menengadahkan tangan mereka di punggung si anak yang telungkup tersebut sembari tangan yang lain memutarkan sesuatu ke setiap tangan yang menengadah tersebut. Setelah lagu tersebut selesai, maka anak yang telungkup tersebut kembali berdiri dan menebak siapa diantara anak-anak yang menengadahkan tangan tersebut yang memegang benda yang sebelumnya telah diputar.
Permainan tradisional tersebut merupakan satu contoh dari ribuan permainan tradisional yang ada di Indonesia. Namun permainan-permainan tradisional tersebut kini mulai terkikis keberadaannya sedikit demi sedikit khususnya di kota-kota besar dan mungkin untuk anak-anak sekarang ini banyak yang tidak mengenal permainan tradisional yang ada padahal permainan tersebut adalah warisan dari nenek moyang rakyat Indonesia. Semakin tidak populernya permainan tradisional tersebut dikarenakan telah banyak munculnya permainan-permainan yang lebih atraktif dan menyenangkan hati anak-anak sekarang ini dan kesemua permainan tersebut adalah murni produk dari luar Indonesia. Sebagai contoh dibanjirinya Indonesia dengan PlayStation (PS) yang merupakan produk dari Jepang dimana sekarang telah mencapai versi yang ketiga. Dengan banyaknya permainan elektronik maupun non elektronik yang menyenangkan dan menghibur yang ada dipasaran Indonesia, maka sedikit demi sedikit keberadaan dari permainan tradisional semakin tersisihkan.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa permainan-permainan yang sekarang membanjiri pasar Indonesia lebih menarik, atraktif, menghibur dibandingkan dengan permainan tradisional dan akan membuat banyak anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama permainan-permainan tersebut. Disamping itu, banyak orang tua sekarang lebih senang membelikan permainan-permainan elektronik maupun non elektronik tersebut untuk anaknya daripada mengajarkan anak-anak mereka permainan-permainan tradisional yang dulu pernah dilakukan oleh para orang tua tersebut. Entah karena alasan tidak ada waktu untuk mengajari yang dikarenakan disibukan oleh pekerjaan atau karena menganggap permainan tersebut sudah ketinggalan jaman dan tidak perlu diajarkan kepada anak-anak mereka.

Kelebihan Permainan Tradisional Indonesia
Sekilas, kondisi ini bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Sebaliknya para orang tua justru merasa lebih senang jika anak-anak mereka tidak bermain yang membahayakan atau menyebabkan tubuh menjadi kotor. Sebenarnya ini pemikiran yang kurang tepat.
Karena dengan membiarkan seorang anak tenggelam dalam permainan berbau teknologi tersebut, justru akan merusak mental dan perkembangan jiwa seorang anak. Mereka akan tumbuh menjadi seorang yang egois serta individualis serta enggan bekerja keras karena sudah terpola berpikir praktis.
Dengan mengajarkan permainan tradisional Indonesia ada beberapa nilai manfaat yang bisa diberikan pada seorang anak. Diantaranya adalah :
  1. Melatih kreatif. Permainan tradisional biasanya harus dibiuat terlebih dahulu, seperti permainan mobil-mobilan dari kulit jeruk. Disinilah seorang anak dituntut kreativitasnya, mengubah barang yang tidak bermanfaat menjadi berguna.
  2. Membina sikap sosial. Banyak permainan yang harus dimainkan secara kelompok seperti permainan lompat tali. Hal ini secara tidak sadar akan menumbuhkan jiwa sosial dan sikap saling menghargai pada sesama manusia.
  3. Melatih kekompakan. Permainan bakiak, menuntut kerjasama tim. Jika anak biasa memainkan permainan bakiak, mereka akan terpola untuk bisa bekerja sama dengan orang lain secara kompak dan tidak mementingkan egoisme.
  4. Melatih fisik. Permainan seperti petak umpet, menuntut seorang anak untuk bisa berpikir dan berlari kencang. Hal ini akan melatih seorang anak untuk berolahraga dan menyehatkan tubuh.

Pengembangan Diri Anak Lewat Permainan Tradisional
Banyak orang tua menggangap bahwa kursus atau mempelajari sesuatu di kelas non formal lebih berguna daripada bermain. Padahal banyak hal yang dapat diambil manfaatnya dari permainan tradisional, salah satunya adalah alat-alat yang mudah didapatkan dan memungkinkan anak-anak untuk membuatnya. Selain itu mengajarkan anak-anak untuk melepaskan ide kreatifnya untuk membuat/mengkreasi permainan tradisional tersebut dengan bahan-bahan yang ada disekitarnya. Seperti biji congklak yang umumnya dari kerang dapat digantikan dengan biji-bijian; papan congklak tidak harus menggunakan papan kayu berlubang tetapi dapat digantikan dengan melubangi tanah sehingga menyerupai bentuk papan congklak. Atau untuk permainan dampu saat ini dapat dilakukan di rumah menggunakan kotak-kotak lantai yang ada atau kotak gabus debagai pengganti lapangan. Contoh ini merupakan salah satu bentuk kreatifitas dari si anak dalam merespon apa yang ada disekitar mereka.
Sisi positif yang dimiliki oleh permainan tradisional antara lain yaitu Pertama, permainan anak selalu melahirkan nuansa suka cita. Dalam permainan tersebut jiwa anak terlihat secara penuh. Suasana ceria, senang yang dibangun senantiasa melahirkan dan menghasilkan kebersamaan yang menyenangkan. Inilah benih masyarakat yang “guyup rukun” itu dimulai. Jarang sekali permainan yang berguna untuk dirinya sendiri. Kedua, keguyuban itu dibangun secara bersama-sama. Artinya, demi menjaga permainan dapat berlangsung secara wajar , mereka mengorganisir diri dengan membuat aturan main diantara anak-anak sendiri. Dalam konteks inilah anak-anak mulai belajar mematuhi aturan yang mereka buat sendiri dan disepakati bersama. Disatu sisi, anak belajar mematuhi aturan bermain secara fairplay, disisi lain, merekapun berlatih membuat aturan main itu sendiri. Sementara itu, apabila ada anak yang tidak mematuhi aturan main, dia akan mendapatkan sanksi sosial dari sesamanya. Dalam kerangka inilah, anak mulai belajar hidup bersama sesamanya atau hidup bersosial. Namun demikian dipihak lain, apabila dia mau mengakui kesalahannya, teman yang lain pun bersedia menerimanya kembali. Suatu bentuk proses belajar mengampuni dan menerima kembali dari mereka yang telah mengakui kesalahannya (rekonsiliasi). Ketiga, keterampilan anak senantiasa terasah, anak terkondisi membuat permainan dari berbagai bahan yang telah tersedia di sekitarnya. Dengan demikian, otot atau sensor–motoriknya akan semakin terasah pula. Dipihak yang lain, proses kreatifitasnya merupakan tahap awal untuk mengasah daya cipta dan imajinasi anak memperoleh ruang pertumbuhannya. Keempat, pemanfaatan bahan–bahan permainan, selalu tidak terlepas dari alam. Hal ini melahirkan interaksi antara anak dengan lingkungan sedemikian dekatnya. Kebersamaan dengan alam merupakan bagian terpenting dari proses pengenalan manusia muda terhadap lingkungan hidupnya. Kelima, hubungan yang sedemikian erat akan melahirkan penghayatan terhadap kenyataan hidup manusia. Alam menjadi sesuatu yang dihayati keberadaanya, tak terpisahkan dari kenyataan hidup manusia. Penghayatan inilah yang membentuk cara pandang serta penghayatan akan totalitas cara pendang mengenai hidup ini (kosmologi). Cara pandang inilah yang kemudian dikenal sebagai bagian dari sisi kerohanian manusia tradisional. Keenam, melalui permainan masyarakat mulai mengenal model pendidikan partisipatoris. Artinya, anak memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan jiwanya. Dalam pengertian inilah, anak dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang egaliter, sama-sama berposisi sebagai pemilik pengalaman, sekaligus merumuskan secara bersama-sama pula diantara mereka. Beberapa contoh permainan tradisional di Indonesia dan manfat yang dapat diambil adalah sebagai berikut : DAMPU, permainan ini umumnya dimainkan oleh anak-anak usia sekolah baik laki-laki maupun perempuan. Main dampu tidak membutuhkan peralatan yang harus dibeli, cukup dimainkan di tanah lapang dengan membuat petak-petak di permukaan tanah sesuai dengan bentuk yang disepakati baik menggunakan kapur atau pecahan genting atau apapun. Alat lain yang digunakan adalah benda pipih seperti batu, pecahan genting, tutup botol yang digepengkan dan lain-lain sebagai biji.
Inti permainannya adalah melempar batu pipih ke dalam kotak dengan tidak boleh keluar atau mengenai garis batas kotak, lalu melompat-lompat dengan satu kaki dalam kotak yang tidak berbatu tanpa boleh menginjak garis dan batu peserta lain. Setelah berputar anak harus mengambil batu dengan tetap bertumpu pada satu kaki lalu melompat kembali sampai ke garis awal. Manfaat : melatih keseimbangan tubuh, melatih kemampuan reka visual, meningkatkan kemampuan motor planning (perencanaan gerak), meningkatkan kemampuan diferensiasi tekstur berdasarkan indera perabaan. CONGKLAK, atau dengan nama lain dhakon merupakan permainan untuk 2 orang. Pada intinya permainan adalah mengisi setiap lubang pada papan congklak dengan biji-bijian satu persatu, tanpa boleh terlewat atau ada yang terisi lebih dari satu. Dilakukan secara bergiliran sampai semua biji-bijian yang ada habis. Pemenang permainan congklak adalah pemilik biji-bijian terbanyak pada akhir permainan. Manfaat : melatih kemampuan manipulasi motorik halus, melatih konsentrasi, mendidik sifat sportifitas anak, melatih kemampuan mengatur strategi, sarana belajar berhitung, melatih koordinasi 2 sisi tubuh.

Manfaat Permainan Tradisional Anak


Bermain dapat menjadi sarana belajar dan mengembangkan nilai EQ pada anak.

Dunia anak adalah dunia bermain, setiap anak senang melakukan permainan yang menjadi andalannya. Saat ini, hampir seluruh anak-anak gemar bermain Play Station atau Game Online yang dapat mereka temukan di warnet terdekat. Sayangnya, sejak permainan moderen muncul, jenis permainan tradisional mulai bergeser keberadaannya. Kita nyaris tak pernah melihat lagi anak-anak bermain bola bekel, congklak, ataupun petak umpet.
Selain menghibur, permainan juga sebagai sarana pendidikan anak. Jenis permainan modern yang ada saat ini memang membantu anak mengenal teknologi baru. Namun tidak ada salahnya jika kita mengajarkan permainan tradisional yang dapat mengasah kemampuan otak, kemampuan membuat strategi, sikap bersosialisasi, serta membangun EQ.
Permainan tradisional memiliki nilai yang positif terhadap anak. Salah satunya adalah anak terhindar dari masalah obesitas, karena permainan tradisional umumnya menggunakan banyak gerakan. Selain itu, anak mudah bersosialisasi dengan orang lain, karena permainan dilakukan oleh minimal dua anak. Pada permainan kelompok, anak juga dituntut untuk menentukan strategi, berkomunikasi dan bekerjasama dengan anggota tim mainnya.
Permainan tradisional memang memerlukan arena yang luas. Ini adalah salah satu kendala, dimana di kota-kota besar seperti Jakarta memiliki keterbatasan area yang luas. Jika melihat di sekeliling kita, halaman di depan rumah pun hampir tak bisa digunakan untuk tempat bermain anak.  Sementara kendala yang lain adalah karena larangan orangtua. Kebanyakan orangtua takut anak mereka terluka atau kotor.
Alhasil, orangtua saat ini lebih suka memberikan mainan elektronik. Padahal permainan terebut justru membuat anak cenderung sulit bersosialisasi sehingga anak menjadi pemalu dan individualistis, bahkan makin banyak anak yang mengalami kegemukan karena kurang bergerak.
Semestinya, orangtua dapat memberi kebebasan secara berimbang agar anak dapat bermain bersama dengan teman-temannya, dan ini sangat membantu membangun nilai yang positif terhadap perkembangan anak. Tetapi, tentu saja harus dalam pengawasan dan memberi batasan waktu yang jelas agar tidak semua waktu digunakan untuk bermain.
Tak ada salahnya jika sebagai orangtua ikut terlibat dalam permainan tersebut. Hal ini justru membangkitkan semangat si anak dan juga menjalin hubungan antara orangtua dan anak semakin dekat.

A.           Permainan “Gebok”
“Gebok” adalah suara yang biasa ditimbulkan apabila bola karet yang digunakan dalam permainan ini mengenai anggota badan dari pemain, sehingga permainan ini dikenal dengan nama permainan “Gebok”.
Permainan “Gebok” sudah sangat lama dikenal di Indonesia. Permainan ini terkenal diberbagai daerah di tanah air dengan nama yang berbeda-beda dengan alat yang berbeda namun pada prinsipnya aturan permainannya sama. Di daerah Sunda misalnya, permainan ini dikenal dengan nama bebencaran. Permainan bebencaran menggunakan tumpukan pecahan genting sebagai targetnya. Bencar artinya terurai atau terpecah, sehingga bebencaran menunjuk pada upaya pemain untuk selalu memencarkan potongan genteng yang semula ditumpuk rapih di atas tanah (http://bagusardisaputro.blogspot.com). Di daerah Sulawesi Selatan permainan ini dikenal dengan nama “ boy-boyan” dan menggunakan tumpukan batu yang disusun sebagai targetnya. Sedangkan di daerah Pati Jawa Tengah, permainan ini dikenal dengan nama Gaprek Kempung.
Permainan gebok menggunakan bola karet (Bola Tenis) dan beberapa kaleng susu bekas. Permainan ini dapat dimainkan oleh anak laki-laki atau perempuan dan jumlah pemain tidak ditentukan. Permainan ini umumnya dimainkan oleh anak-anak berumur 6 sampai 12 tahun. Dalam permainan ini tidak diperlukan peralatan khusus, yang dibutuhkan hanya 15 buah buah kaleng susu bekas yang disusun bertingkat dan sebuah bola karet. Permainan ini juga membutuhkan halaman yang cukup luas, biasanya anak-anak menggunakan halaman rumah sebagai tempat bermain.
Secara selintas dapat diperoleh gambarkan bahwa permainan ini adalah permainan beregu, dimana dalam satu regu minimal berjumlah 2 orang. Kelompok bermain dibagi menjadi dua yaitu regu penyusun dan regu penjaga. Setiap anggota regu penyusun akan bekerja sama dalam menyusun tumpukan kaleng secara bertingkat sedangkan regu penjaga akan bekerja sama dalam melempar bola (bola akan dinyatakan “mati” apabila terlalu lama berada ditangan salah satu anggota regu penjaga).
Aturan permainan yaitu siswa dibagi ke dalam dua kelompok bermain, misal regu A dan regu B. Kemudian buat lingkaran kurang lebih bergaris tengah 50 cm untuk menempatkan tumpukan kaleng susu bekas atau sesuai dengan jumlah kaleng yang digunakan, dan buatlah garis batas yang berjarak 20-25 meter (sesuai kesepakatan) dari tumpukan kaleng susu bekas.
Lakukan undian antara regu A dan regu B, misal regu B menang, maka secara bergantian setiap anggota dari regu B berusaha melempar tumpukan kaleng dengan bola tenis dari luar garis batas yang ditentukan. Setiap anggota berkesempatan melakukan 1 kali lemparan. Bila semua anggota regu B tidak ada yang mengenai tumpukan, maka ganti regu A yang bermain. Bila semua anggota regu A juga tidak ada yang mengenai tumpukan, maka ganti regu B yang bermain, demikian seterusnya hingga ada salah satu regu yang dapat mengenai tumpukan kaleng (target).
Bila ada lemparan yang mengenai tumpukan kaleng, misalkan lemparan dari salah satu anggota regu A dapat mengenai tumpukan kaleng, maka dengan cepat anggota regu A yang lain berusaha untuk menyusun kembali tumpukan kaleng yang berserakan, sedang anggota dari regu B berusaha mengambil bola tenis untuk melempar anggota regu A yang sedang menyusun kembali tumpukan kaleng susu bekas. Anggota regu A berpencar, berusaha agar tidak terkena lemparan bola dari regu B, bila lemparan regu B tidak mengenai anggota badan dari regu A, maka regu Aakan terus menumpuk target sampai selesai. Jika anggota regu A selesai menumpuk target tanpa terkena lemparan dari anggota regu B, maka regu B dinyatakan kalah.
Sebagai hukuman, setiap anggota kelompok B berdiri di dalam lingkaran menggantikan targetnya, kemudian secara bergantian setiap anggota dari regu A melempar anggota regu B dengan bola tenis dari luar garis batas yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya bergantian regu A yang memegang bola dan regu B yang akan menata tumpukan kalengnya. Pada dasarnya prinsip dari permainan ini adalah salah satu regu menumpuk target, sedangkan regu yang memegang bola berusaha untuk mengganggu dengan melempar bola tenis ke salah satu regu yang menyusun kaleng (target).

B.            Penerapan Permainan “Gebok” Dalam Konsep Membilang Secara Berurutan
Permainan “Gebok” adalah salah satu permainan tradisional yang dapat digunakan dalam menjelaskan konsep membilang secara berurutan pada siswa kelas III SD. Pada pembelajaran matematika siswa kelas III SD/MI semester ganjil, terdapat materi Letak Bilangan Pada Garis Bilangan. Pada meteri pembelajaran tersebut salah satu tujuan yang akan dicapai adalah siswa diharapkan dapat membilang secara berurutan.
Permainan “Gebok” dapat digunakan untuk melatih siswa menentukan letak bilangan pada garis bilangan pada siswa SD/MI kelas III sebagai berikut :
Urutan bilangan pada garis bilangan di atas menunjukkan makin ke kanan bilangannya makin besar. Bilangan yang terletak di sebelah kanan lebih besar daripada bilangan yang terletak di sebelah kiri, hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi angka pada setiap kaleng susu bekas yang digunakan dalam permainan “Gebok”. Perhatikan gambar dibawah ini:
Contoh kasusnya misalkan dalam satu kelas terdapat 20 orang siswa, maka siswa tersebut dibagi menjadi 4 regu, dimana masing-masing regu beranggotakan 5 orang siswa. Sehingga terdapat 2 kelompok pemain. Sebelum permainan dimulai, kaleng susu bekas yang sudah diberi label angka disusun dalam bentuk tumpukan seperti gambar diatas. Kemudian kedua regu di undi, anggota regu yang menang berdiri pada garis pelempar sedangkan anggota regu yang kalah berjaga di sekitar tumpukan kaleng. Misalkan regu A memenangkan undian maka anggota regu A berdiri pada garis pelempar untuk melempar tumpukan kaleng yang sudah disusun tadi dengan bola karet yang sudah disiapkan.
Misalkan lemparan bola karet dari anggota regu A berhasil mengenai sebagian tumpukan kaleng, sehingga tumpukan kaleng yang tersisa nampak seperti gambar berikut :
Maka anggota regu A yang lain berusaha untuk menyusun kembali tumpukan kaleng yang berserakan, sedang anggota dari regu B berusaha mengambil bola tenis untuk melempar anggota regu A yang sedang menyusun kembali tumpukan kaleng susu bekas. Anggota regu A berpencar agar tidak terkena lemparan bola dari regu B.
Dalam menyusun kaleng yang terjatuh, siswa membutuhkan konsep membilang secara berurutan. Kaleng-kaleng yang berjatuhan harus disusun sesuai dengan angka yang tertera pada kaleng seperti pada susunan awal. Siswa dari anggota regu A, memilih angka antara 4 dan 7 yaitu angka 5 dan 6. Kemudian memilih angka antara 11 dan 14 yaitu angka 12 dan 13, begitu seterusnya hingga susunan kaleng selesai.
Kegiatan psikomotorik permainan ini tetap mengarah pada aspek kognitif siswa, tetapi dibarengi pula oleh aspek afektif yang harus ditanamkan pada siswa antara lain yaitu menanamkan sikap berani bertindak dan membuat keputusan, ulet, mengembangkan sikap bersosialisasi, menanamkan sikap jujur, menanamkan kemampuan berkomunikasi, menanamkan sikap toleransi dan demokrasi.

Permainan Tradisional dan Hak Cipta
Begitu banyaknya permainan tradisional di Indonesia dan begitu banyaknya manfaat yang dapat diambil dari permainan-permainan tersebut maka akan sangat disayangkan apabila permainan tradisional warisan nenek moyang rakyat Indonesia itu hilang. Dan akan sangat disayangkan apabila permainan tradisional yang merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia tersebut diklaim oleh bangsa lain sebagai permainan tradisional mereka. Bangsa Indonesia telah kecolongan tiga barang ciri khas yang telah diklaim oleh bangsa lain. Tempe yang telah diklaim oleh Amerika, batik yang telah diklaim oleh Malaysia dan lagu Rasa Sayange yang juga telah diklaim oleh Malaysia. Akankah permainan tradisional juga ikut diklaim oleh bangsa lain?
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta pada Pasal 1 ayat (3) yang tergolong Ciptaan adalah ilmu pengetahuan, seni atau sastra dan pada Bagian Ketiga Pasal 10 ayat (2) diterangkan bahwa “Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya“. Sedangkan Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menerangkan pada penjelasan II. Pasal Demi Pasal Pasal 10 Ayat (2) bahwa “Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk: a. cerita rakyat, puisi rakyat; b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional; c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional”. Dengan sangat jelas bahwa yang dimaksud dari folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional dan yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, namun entah kenapa negara tidak memasukkan permainan tradisional tersebut ke dalam ruang lingkup folklor. Apakah negara menganggap bahwa permainan tradisional tidak penting atau tidak punya sisi komersial sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam ruang lingkup folklor.
Saya mencoba untuk menebak-nebak apa yang akan terjadi apabila permainan tradisional ini jatuh ke bangsa lain. Saya bisa membayangkan, akan banyak sekolah-sekolah yang akan terkena kasus pidana hanya karena mengajarkan permainan tradisional tersebut kepada para siswanya. Mungkin bayangan ini terlalu ekstrim, tapi minimal sekolah-sekolah akan membayar hak cipta atas karya nenek moyang mereka sendiri kepada bangsa lain hanya untuk mengajarkan permainan tradisional tersebut. Sungguh ironis, rakyat Indonesia disuruh membayar barang milik sendiri yang telah direbut oleh bangsa lain. Apabila hal ini terjadi, maka akan semakin mahal biaya pendidikan di Indonesia. Jikalau sekolah tidak mau mengajarkan permainan tersebut, maka minimal akan hilanglah salah satu ciri khas Indonesia karena rakyat-rakyat Indonesia yang akan datang tidak mengenal permainan tradisional Indonesia.

Hak Cipta dan Desain Industri sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Tradisi Dan Budaya Bangsa Indonesia.

Sejak pembangunan jangka panjang tahap pertama bangsa Indonesia telah mengusahakan terus-menerus dan berkesinambungan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Kedua pembangunan ini saling terkait satu sama lain. Tidak akan terjadi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya apabila tidak ada pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, demikian juga sebaliknya tidak akan terjadi pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya jika tidak ada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya meliputi pengertian yang sangat luas antara lain terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan lingkungannya, antara manusia dengan sesama manusia, keseimbangan antara bidang materiil dan spirituil, keseimbangan antara kehidupan sosial dan pribadi, keseimbangan antara hak dan kewajibannya, dan seterusnya. Di lain pihak pengertian pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya mengandung pengertian bahwa pembangunan akan diselenggarakan di seluruh pelosok tanah air tanpa memandang suku, agama, ras atau golongan tertentu. Disadari pula bahwa syarat pembangunan yang berhasil adalah adanya partisipasi aktif dari seluruh masyarakat. Hal ini dikarenakan manusia adalah subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Sebagai subyek pembangunan berarti masyarakat menjadi pelaku pembangunan dengan memberikan sumbangan pikiran, waktu, tenaga dan dana. Sebagai obyek pembangunan maka masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan bahwa pembangunan bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan dapat dimanifestasikan dalam berbagai bidang kehidupan sesuai dengan situasi dan kondisi serta bidang kerja masing-masing. Salah satu contoh partisipasi aktif masyarakat adalah dengan menyumbangkan penemuannya dalam tradisi dan budaya. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar akan nilai-nilai tradisi dan budayanya.
Salah satu perkembangan pembangunan yang menonjol dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini adalah semakin meluasnya arus globalisasi yang berlangsung dalam bidang budaya. Dengan memperhatikan kenyataan dan kecenderungan seperti itu, maka menjadi hal yang dapat dipahami bila adanya tuntutan kebutuhan bagi pengaturan dalam rangka perlindungan hukum yang lebih memadai. atas tradisi dan budaya bangsa.
Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan. Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan seni dan budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa “perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut  Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan :
“Negara memegang Hak Cipta atas folklor (sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun seperti :
(1)      Cerita Rakyat, puisi rakyat,
(2)      Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional,
(3)      Tari-tarian rakyat, permainan tradisional,
(4)      Hasil seni antara lain berupa : Lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.”
Perlindungan Hak Cipta diberikan untuk karya seni, sastra, ilmu pengetahuan dan hak-hak terkait sedangkan perlindungan Desain Industri diberikan untuk suatu bentuk (tiga dimensi), konfigurasi (tiga dimensi), komposisi (dua dimensi; garis, warna, garis dan warna), gabungan tiga dimensi dan dua dimensi (bentuk dan konfigurasi; konfigurasi dan komposisi; bentuk dan komposisi; bentuk, konfigurasi dan komposisi).
Perlindungan Hak Cipta bersifat otomatis saat ekspresi nyata terwujud dan tanpa pendaftaran (deklaratif). Sedangkan perlindungan Desain Industri diberikan berdasarkan pendaftaran terhadap desain yang baru (konstitutif). Karya cipta merupakan sebuah karya master piece dan tidak diproduksi secara massal sedangkan Desain Industri diproduksi massal.
Oleh karena itu langkah untuk menciptakan iklim atau suasana yang baik dan mampu mendorong gairah atau semangat pelestarian tradisi dan budaya bangsa menjadi sangat penting. Setidaknya penciptaan iklim yang mempermudah bangsa Indonesia untuk mengetahui dan meningkatkan pengetahuan pelestarian tradisi dan budaya bangsa. Bersamaan dengan langkah untuk menciptakan iklim atau suasana seperti itu, harus diberikan pula hak cipta dan desain industri sebagai upaya perlindungan hukum  yang memadai. Perlindungan hukum yang diberikan ini berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban atas tradisi dan budaya bangsa. Pelestarian tradisi dan budaya bangsa akan mendapat perlindungan hukum yang berlaku sehingga jika terjadi permasalahan secara tanpa hak, dapat meminta perlindungan hukum.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1.         Mainan tradisional atau yang biasa disebut dengan mainan tempo doeloe pada era sekarang peminatnya sangat sedikit sekali, padahal mainan tersebut adalah mainan turun-temurun yang berasal dari negara Indonesia. Anak-anak cenderung menganggap mainan tradisional adalah mainan yang sudah ketinggalan jaman, mainan yang sudah kuno dan mainan yang sangat membosankan. Padahal bila di telaah lebih jauh lagi, mainan tradisional memberikan manfaat yang berguna bagi perkembangan anak  dibandingkan dengan mainan tradisional yang hanya memberikan nilai kemewahan saja.
2.         Hak Cipta permainan tradisional merupakan alternatif untuk melestarikan dan mengenalkan kembali mainan tradisional kepada anak Indonesia. Dengan adanya Hak Cipta tersebut diharapkan mainan tradisional dapat digunakan kembali oleh anak Indoneseia sebagai mainan mereka sehari-hari dan mainan tradisional bisa diakui dunia bahwa mainan tersebut adalah mainan asli milik Indonesia. Sehingga Indonesia bisa melestarikan mainan yang sudah turun-temurun digunakan oleh nenek moyang  dan memperkenalkan kembali mainan tersebut kepada generasi penerus bangsa pada saat ini khususnya anak Indonesia.







DAFTAR PUSTAKA

Suejiwo. 1982. Penerapan Mainan Tradisional Pada Anak. Yogyakarta: Erlangga.
http://www.pikiran-rakyat.com/node/149247 (Diakses 4 Desember 2011).
http://www.sahabatnestle.co.id (Diakses 4 Desember 2011).
http://www.simpuldemokrasi.com, Talkshow RRI X “Menggali Permainan Anak Tradisional Dalam Pembentukan Karakter Anak” (Diakses 7 Desember 2011).
http://www.djarumbeasiswaplus.org/artikel/content/71/Hak-Cipta-dan-Desain-Industri-sebagai-Upaya-Perlindungan-Hukum-Terhadap-Tradisi-Dan-Budaya-Bangsa-Indonesia/  (Diakses 11 Desember 2011).

0 komentar:

Posting Komentar